Tiga Kali Diperingatkan, Presiden Prabowo Tak Segan Pecat Menteri yang Tak Berbenah

DIKSI.CO – Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa dirinya tak akan ragu melakukan reshuffle kabinet jika ada menteri yang tetap tidak berbenah meski sudah diperingatkan hingga tiga kali.
Hal itu disampaikan Prabowo Subianto saat berpidato di hadapan sivitas akademika Universitas Kebangsaan Republik Indonesia (UKRI) di Bandung, Sabtu (18/10/2025).
Pernyataan keras itu disampaikan Prabowo saat menyinggung soal integritas dan tanggung jawab pejabat negara.
Ia menegaskan bahwa dirinya tidak akan segan mengambil tindakan terhadap anak buah yang tidak bekerja dengan benar atau menyimpang dari tanggung jawabnya.
“Anak buah saya hebat-hebat ya. Kalau ada satu dua nakal, saya peringati. Satu kali peringatan masih nakal, dua kali peringatan, tiga kali, apa boleh buat, reshuffle,” kata Prabowo dalam orasinya.
Ultimatum tersebut menjadi sinyal kuat bahwa evaluasi serius terhadap kinerja para menteri tengah berlangsung, tepat satu tahun masa pemerintahan Prabowo-Gibran.
Bentuk Ketegasan di Tahun Pertama Pemerintahan
Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno menilai ultimatum itu merupakan bentuk ketegasan Prabowo dalam memimpin, sekaligus penanda bahwa tahun pertama pemerintahan tidak akan diwarnai dengan kompromi terhadap kinerja buruk.
“Itu peringatan terakhir ke menteri untuk bekerja secara serius dan sesuai harapan presiden. Apalagi pemerintahan sudah genap satu tahun, maka tak ada toleransi lagi bagi menteri yang performanya tidak sesuai harapan,” ujar Adi kepada wartawan, Minggu (19/10/2025).
Adi mengatakan bahwa masyarakat juga menginginkan pemerintahan yang bersih, responsif, dan profesional. Oleh karena itu, langkah Presiden untuk mengevaluasi dan bahkan mencopot menteri yang tidak berbenah akan mendapat dukungan publik.
“Rakyat mendukung presiden mengganti menteri yang kerjanya tidak becus. Ini adalah kesempatan terakhir untuk berbenah,” tambahnya.
Tak Mau Terbebani oleh Menteri yang Gagal
Sementara itu, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting*, Pangi Syarwi Chaniago menilai bahwa Prabowo saat ini sedang bekerja keras untuk menepati janji-janji kampanye yang pernah ia sampaikan kepada rakyat.
Oleh karena itu, ia tidak ingin upaya itu terganggu oleh menteri yang tidak menjalankan tugas dengan baik.
“Presiden tentu punya target kerja dan janji politik yang harus dijawab ke publik. Ia tidak mau terbebani oleh menteri yang tidak bertanggung jawab,” ucap Pangi.
Pangi juga menyebut bahwa reshuffle ke depan seharusnya dilakukan dengan pendekatan evaluasi berbasis kinerja, bukan sekadar akomodasi politik atau power sharing antar partai politik pendukung.
“Presiden sudah beberapa kali melakukan reshuffle. Sekarang pertanyaannya: reshuffle-nya berdasarkan pembagian kekuasaan atau berbasis kinerja? Kalau sudah diperingatkan tiga kali dan masih nakal, memang harus dievaluasi,” ujarnya.
Peringatan Serius Hadapi Koruptor dan Penyalahguna Jabatan
Dalam pidatonya, Prabowo juga menyinggung soal komitmennya melawan korupsi. Ia menyatakan tidak akan takut menghadapi para “maling” yang menyalahgunakan jabatan dan merugikan rakyat.
“Saya tidak ragu-ragu. Saya akan hadapi kalau ada koruptor, maling. Saya yakin rakyat Indonesia di belakang saya,” tegasnya.
Pernyataan tersebut dinilai sebagai pesan politik yang kuat bahwa tidak ada tempat bagi pejabat yang menyalahgunakan kewenangan, sekalipun berasal dari partai koalisi atau memiliki pengaruh politik besar.
Sinyal Reshuffle Semakin Kuat
Meski belum ada pernyataan resmi soal waktu reshuffle, ultimatum ini memperkuat spekulasi bahwa perombakan kabinet jilid berikutnya akan segera dilakukan.
Sejumlah kementerian yang dinilai memiliki catatan buruk dalam realisasi program, serapan anggaran rendah, atau tersandung isu etika bisa jadi masuk dalam radar evaluasi.
Sejak dilantik pada Oktober 2024, Prabowo diketahui telah melakukan beberapa reshuffle terbatas.
Namun, dengan ultimatum terbaru ini, publik menilai bahwa reshuffle ke depan akan lebih tajam dan berbasis pada hasil evaluasi kinerja nyata.
Ultimatum ini menjadi ujian awal bagi kepemimpinan Prabowo di tahun pertama pemerintahannya.
Langkah tegas terhadap menteri yang tidak kompeten akan memperkuat citra bahwa pemerintahannya tidak hanya kuat dalam retorika, tetapi juga dalam tindakan nyata memperbaiki tata kelola pemerintahan.
Kini publik menantikan, apakah peringatan tersebut benar-benar akan diwujudkan dalam reshuffle kabinet berbasis meritokrasi, atau hanya akan berakhir sebagai pernyataan politik belaka. (*)